Awalnya, menurut sejarah, seni kuda lumping lahir sebagai
simbolisasi bahwa rakyat juga memiliki kemampuan (kedigdayaan) dalam
menghadapi musuh ataupun melawan kekuatan elite kerajaan yang memiliki
bala tentara. Di samping, juga sebagai media menghadirkan hiburan yang
murah-meriah namun fenomenal kepada rakyat banyak.
Kini, kesenian kuda lumping masih menjadi sebuah pertunjukan yang
cukup membuat hati para penontonnya terpikat. Walaupun peninggalan
budaya ini keberadaannya mulai bersaing ketat oleh masuknya budaya dan
kesenian asing ke tanah air, tarian tersebut masih memperlihatkan daya
tarik yang tinggi. Hingga saat ini, kita tidak tahu siapa atau kelompok
masyarakat mana yang mencetuskan (menciptakan) kuda lumping pertama
kali. Faktanya, kesenian kuda lumping dijumpai di banyak daerah dan
masing-masing mengakui kesenian ini sebagai salah satu budaya
tradisional mereka. Termasuk, disinyalir beberapa waktu lalu, diakui
juga oleh pihak masyarakat Johor di Malaysia sebagai miliknya di samping
Reog Ponorogo. Fenomena mewabahnya seni kuda lumping di berbagai
tempat, dengan berbagai ragam dan coraknya, dapat menjadi indikator
bahwa seni budaya yang terkesan penuh magis ini kembali ”naik daun”
sebagai sebuah seni budaya yang patut diperhatikan sebagai kesenian asli
Indonesia.
Putro Krido Budoyo Pimpinan Bapak Hebni adalah salah satu Group Jaranan yang tetap eksis di Kabupaten Tulang Bawang Barat d tengah perkembangan dan kemajuan jaman. yang beralamat di Kampung Tirta Kencana Dusun 1 Kecamatan Tulang Bawang Tengah Kabupaten Tulang Bawang Barat Propinsi Lampung.
SOCIALIZE IT →